Jumat, 21 Oktober 2011

Seperti Secangkir Kopi

Malam ini -meski tidak selarut biasanya, saya masih terhitung lambat tiba di rumah. sehingga menemukan anak saya sudah lelap dibuai mimpi.

'mungkin dia kelelahan, tadi sore main kebut-kebutan sepeda dengan teman-temannya', jelas bunda.

maka selepas mandi, sembari memisah lelah saya memilih duduk di teras depan berteman secangkir kopi panas dan mengobrol dengan bunda. seselesainya, saya berencana meneruskan sisa pekerjaan dari kantor.

pada seruputan yang kesekian, saya mengeluhkan betapa melelahkannya hari-hari belakangan ini.

mendengarnya, bunda hanya tersenyum tanpa menanggapi.

sejenak. dia berucap, 'menurut ayah, berapa berat segelas kopi yang sedang ayah pegang itu?', tanyanya.

saya menggeleng, tetapi menjawab,'tidak sampai seperempat kilo barangkali'. 'kenapa?', sambung saya keheranan.

'kira-kira kalau ayah angkatpegang selama satu menit, ayah bakalan lelah tidak?, jawabnya.

saya menggeleng.

'kalau satu jam?', sambungnya.

'pasti tangan ayah jadi sakit', jawab saya.

'kalau seharian penuh, kira-kira sanggup tidak?', tambahnya.

dan saya menggelengkan kepala sebagai jawaban.

'barangkali seperti itulah beban. secangkir kopi yang sebenarnya berberat sama, semakin lama kita angkatpegang, makin terasa pula beratnya'.

'bayangkan jika kita membawanya terus menerus, lambat laun kita tidak akan mampu membawanya lagi. sebab beban itu serasa meningkat beratnya'.

'apa yang sebaiknya kita lakukan adalah meletakkan gelas tersebut, istirahat sejenak sebelum mengangkatnya lagi'.

'sekaliwaktu kita harus meninggalkan beban kita secara berkala, agar kita dapat lebih segar dan mampu membawanya lagi'.

'jadi sebelum pulang ke rumah, tinggalkan saja beban pekerjaan. jangan bawa pulang. akan lebih baik bila kita istirahat dan bersenang-senang'.

'bukankah beban itu dapat diambil lagi besok?'.

menyelesaikan kalimat terakhirnya, bunda beringsut permisi hendak tidur.

sementara saya menekur. dan rasanya ucapan panjang bunda memang ada benarnya. maka saya mengurung niat menerusrampungkan sisa pekerjaan.

hanya saja yang terjadi adalah, bukannya memilih beristirahat, saya justru menyusul bunda tidur, memeluknya hingga 'bersenang-senang' dengan bunda.

dan seperti mengangkat secangkir kopi, satu jam kemudian kami saling kelelahan. namun demikian, malam ini kami merasa bahagia. semoga esok pagi menjadi segar karenanya. 



sumber : http://www.bluefame.com/topic/443531-seperti-secangkir-kopi/

Related Posts:

  • POMPA AIR DI SEBUAH PADANG GERSANGDi sebuah padang pasir yang sangat luas, seorang musafir berjalan tertatih tatih, ia sangat kehausan, botol air terakhir yang ada di dalam tasnya telah habis diminum 2 hari yang lalu. Dalam kehausan yang amat sangat, samar … Read More
  • Dan kita pun menjadi tuaHidup bagaikan garis lurus Tak pernah kembali ke masa yang lalu Hidup bukan bulatan bola Yang tiada ujung dan tiada pangkal… . Syair lagu diatas, sering kita dengar dari lantunannya Bimbo, liriknya mengingatkan kita akan se… Read More
  • Akankah Anda Melewatkan Indahnya Hidup??Alkisah ada dua orang anak laki-laki, Bob dan Bib, yang sedang melewati lembah permen lolipop. Di tengah lembah itu terdapat jalan setapak yang beraspal. Di jalan itulah Bob dan Bib berjalan kaki bersama. Uniknya, di kiri-ka… Read More
  • Semangka (Sebuah kado istimewa) Ada seorang pelayan yang mengabdi kepada tuannya dengan segenap hati, bekerja dengan giat dan selalu menyenangkan hati tuannya.. Tuannya sangat sayang pada sang pelayan. dia ingin menguji sekaligus memberikan hadiah kep… Read More
  • Malaikat Sang BayiSuatu ketika, seorang calon bayi siap di lahirkan ke dunia, menjelang diturunkan. Dia bertanya kepada Tuhan. Bayi : “Para malaikat di sini mengatakan, bahwa besok Engkau akan mengirimku ke dunia, tetapi…. bagaimana cara say… Read More

0 comments:

Posting Komentar

Thanks Sudah Berkunjung dan Kasih Komen ^^