Today is wonderful!

Orang yang tak pernah membuat kesalahan, maka tak akan pernah mencoba sesuatu yang baru." - Albert Einstein

Today you will be success!

Orang-orang yang ada di sekitarmu dapat dijadikan inspirasi, atau bahkan menguras tenagamu. Jadi, pilihlah secara baik-baik."Hans F. Hanson

Today I want to around the world!

"Kamu tidak akan pernah bisa kehabisan kreativitas. Semakin kamu menggunakannya, semakin banyak yang kamu miliki." - Maya Angelou

Today i will meet you in romantic place!

"Pikiran kita ibarat parasut, hanya berfungsi ketika terbuka." - Walt Disney

Today I will come to BTS concert!

"Jangan ragu untuk membuang apa yang tidak kau perlukan" Florist in RUN BTS ep. 98

Sabtu, 30 Juli 2011

Hidup Bahagia Selamanya

Kebahagiaan adalah mata pencahariaan hampir setiap orang. Entah itu bekerja, menikah, berdoa dan kegiatan hidup lainnya, semuanya bermuara pada samudera yang bernama kebahagiaan. Boleh Anda lakukan survey di pinggir jalan, mungkin semua manusia normal menginginkan kebahagiaan. Demikian dahsyatnya daya tarik kebahagiaan, sehingga banyak orang yang mau mencapainya dengan ongkos dan biaya yang sebesar apapun. Maka, jadilah hidup seperti perjalanan yang diharapkan bermuara pada kebahagiaan.

Akan tetapi, kendati sudah menjadi tujuan manusia sejak lama, dan manusia sudah menghabiskan tenaga, waktu dan dana yang teramat besar, masih saja tersisa banyak sekali orang yang tidak puas akan hal ini. Di banyak pojokan kehidupan bahkan terjadi, ada tidak sedikit kehidupan yang hanya bergelimang air mata. Pojokan-pojokan seperti ini tidak hanya tersedia di tempat miskin yang kumuh, melainkan juga terjadi di perumahan elit lengkap dengan mobil mewahnya.

Kenyataan terakhir seperti mengajarkan ke kita, bahwa tawa dan air mata tidak mengenal sekat-sekat harta. Keduanya bisa terjadi pada tingkatan harta berapapun dan di manapun. Lantas, adakah sesuatu yang menjadi ciri khas hadirnya tawa dan air mata? Meminjam argumen Hugh Down – sebagaimana dikutip penulis buku A Cup of Chicken Soup For the Soul – ‘orang yang berbahagia bukanlah seseorang yang berada dalam suatu keadaan tertentu, melainkan seseorang dengan perangkat sikap tertentu.’ Kalau dicermati argumen terakhir, point pentingnya bukanlah keadaan (baca: harta, tahta dan keadaan lainnya) melainkan perangkat sikap kitalah yang lebih menentukan seberapa lama umur kebahagiaan bisa kita miliki. Dengan perangkat sikap yang tepat, mau miskin atau kaya, jabatan tinggi atau rendah, di kota atau di desa, semuanya dibukakan pintu kebahagiaan yang sama lebarnya oleh Tuhan.

Persoalannya, jarang orang yang mencari kebahagiaan melalui jalur-jalur sikap. Umumnya, orang mengejarnya di sektor keadaan. Maka, jadilah kegiatan terakhir seperti kegiatan mengejar kaki langit yang tidak mengenal akhir. Atau seperti mengejar bayangan sendiri.

Oleh karena tuntutan pekerjaan, serta kebiasaan hidup untuk senantiasa bergaul di atas maupun di bawah, tidak jarang saya bertemu orang yang dibuat sengsara oleh nafsu berlebihan untuk mencapai keadaan tertentu. Didorong oleh mesin kejam yang bernama keinginan, jadilah tubuh dan hidupnya seperti mobil yang bergerak cepat tapi tanpa sopir. Kerap sampai dalam keadaan yang diinginkan memang. Tetapi, ongkos yang dibayarnya amat dan teramat mahal. Tidak jarang terjadi, ongkosnya adalah kehidupan mereka sendiri.

Agak berbeda dengan pencari-pencari harta dan tahta, ada sejumlah orang yang saya kenal yang memusatkan sebagian besar energi dalam perbaikan dan pengembangan sikap. Fokusnya memang bukan keadaan yang ada di luar sana, melainkan sikap yang muncul dari dalam sini. Tidak mudah tentunya, terutama pada awalnya. Dan saya sendiri masih dalam tahap belajar. Namun, begitu wilayah sikap ini sudah terkuasai, kebahagiaan bukanlah barang yang teramat langka dan mahal.

Sebutlah seorang tokoh mengagumkan yang bernama Helen Keller. Ia memiliki keadaan dalam bentuk matanya yang tidak bisa melihat. Akan tetapi, separuh lebih waktunya diisi dengan raut muka yang penuh dengan senyum. Demikian juga dengan Bunda Theresa, hidupnya sebagian besar dikelilingi orang-orang berpenyakit di lingkunang miskin. Akan tetapi, toh beliau bisa memiliki umur tua dan panjang. Buddha bahkan meninggalkan harta dan tahta untuk mencapai pencerahan. Sebenarnya masih ada contoh lain yang terlalu panjang untuk diceritakan di sini. Yang jelas, sikaplah kunci yang amat menentukan dalam perjalanan menuju kebahagiaan. Berkaitan dengan hal ini, ada sebuah pepatah cina yang menarik perhatian saya. Pepatah tersebut berbunyi amat sederhana. Jika kau menginginkan kebahagiaan. Untuk sejam – tidurlah selama itu. Untuk sehari – pergilah memancing. Untuk sebulan – menikahlah lagi. Untuk setahun – warisi harta. Untuk seumur hidup – tolonglah orang lain. Lama sempat saya terpaku pada pepatah sederhana terakhir. Semakin ia didalami, semakin saya dibawa ke dalam rangkaian pemahaman tentang kebahagiaan yang demikian lengkap dan mengagumkan. Sikap, itulah hulu dari sungai kebahagiaan. Lebih-lebih kalau sikap terakhir dijabarkan ke dalam sikap rajin membantu dan menolong orang lain. Sungai kebahagiaan akan menjadi sungai yang tidak pernah mengenal kering.

Entah bagaimana Anda menjabarkan kalimat ‘tolonglah orang lain’. Saya mengenal seorang sahabat yang kaya secara materi dan hidupnya berakhir mengagumkan. Ketika beliau masih hidup, sering kali merayakan ulang tahunnya di panti asuhan dan panti jompo secara bergantian. Memiliki anak asuh di mana-mana. Tutur katanya demikian lemah lembut. Mengingatkan kesalahan saya secara amat pas dan tidak pernah menyakiti hati. Banyak sekali sahabatnya – termasuk saya – yang demikian kehilangan ketika beliau meninggal dunia.

Semua ini seperti mengingatkan kita, bersikaplah yang positif, dan kitapun sudah sampai pada keadaan bahagia selamanya.

When all things are done well, the journey is the reward

Sehelai Daun

Pada sebatang pohon kecil, hiduplah beberapa daun yang tumbuh bersama. Di antara daun-daun tersebut terdapat sebuah daun yang sangat besar dan kuat. Daun itu diagung-agungkan karena kekuatannya. Dialah yang dianggap pelindung bagi daun-daun lainnya dari badai, hujan, panas matahari yang terik, dan bahaya lainnya.

Suatu ketika datanglah musim kemarau yang panjang. Daun-daun di pohon kecil itu mulai layu karena tidak mendapat air dan makanan. Daun besar yang tadinya kuat dan besar mulai terlihat keriput. Ia berusaha melindungi daun-daun lainnya dari matahari yang bersinar sangat terik sehingga daun2 sahabatnya itu tidak kehilangan air lebih banyak lagi. Hari berganti hari,daun besar itu sudah sampai pada puncak usahanya. Ia mulai sobek-sobek sehingga sinar matahari mulai menembusnya. Ia mulai kehilangan kekuatannya dan daun-daun lainnya pun sudah mulai mengabaikannya karena ia tidak kuat
lagi seperti dulu.

Beberapa hari kemudian daun besar itu merasa tidak kuat lagi akhirnya ia berkata kepada teman-temannya : Teman-teman aku tidak lagi mempunyai kekuatan untuk melindungi kalian, aku akan gugur. Selamat tinggal. Setelah berkata demikian akhirnya daun besar itu pun gugurlah. Musim kemarau terus berlanjut, daun-daun di pohon kecil itu saling bertahan untuk hidup. Mereka
sama sekali sudah melupakan daun besar yang telah berjasa melindungi mereka sehingga mereka dapat bertahan sampai sekarang.
Musim kemarau tidak juga berakhir. Daun-daun di pohon kecil itu sudah mulai kehilangan harapan. Mereka merasa sangat kelaparan, kehausan dan akan mati.

Di saat mereka putus asa, tiba tiba dirasakan adanya air dan makanan dari tanah. Mereka terheran-heran akan adanya keajaiban itu. Setelah lama mencari-cari, mereka menyadarinya. Mereka melihat bahwa daun besar itu sudah membusuk dan menghasilkan air dan sari makanan bagi mereka. Akhirnya dengan air dan sari makanan dari daun besar tadi, daun daun di pohon kecil
itu berhasil bertahan sampai musim hujan datang.
Daun-daun di pohon kecil itu sangat menyesal karena telah melupakan daun besar itu. Padahal sampai akhir hayatnya daun besar itu tetap menjadi pahlawan bagi daun-daun lainnya.

Renungan bagi kita, Janganlah menilai seseorang dengan penampilan dan kekuatannya. Tuhan memberikan bantuan kepada kita melalui siapa saja bahkan melalui orang yang kita anggap telah jatuh dan hina. Ingatlah rencana Tuhan itu ajaib dan tidak pandang bulu terhadap semua hambanya.

Pengrajin Emas dan Kuningan

Di sebuah negeri, hiduplah dua orang pengrajin yang tinggal bersebelahan.
Seorang diantaranya, adalah pengrajin emas, sedang yang lainnya pengrajin
kuningan. Keduanya telah lama menjalani pekerjaan ini, sebab, ini adalah
pekerjaan yang diwariskan secara turun-temurun. Telah banyak pula barang yang
dihasilkan dari pekerjaan ini. Cincin, kalung, gelang, dan untaian rantai
penghias, adalah beberapa dari hasil kerajinan mereka.

Setiap akhir bulan, mereka membawa hasil pekerjaan ke kota. Hari pasar, demikian
mereka biasa menyebut hari itu. Mereka akan berdagang barang-barang logam itu,
sekaligus membeli barang-barang keperluan lain selama sebulan. Beruntunglah,
pekan depan, akan ada tetamu agung yang datang mengunjungi kota, dan bermaksud
memborong barang-barang yang ada disana. Kabar ini tentu membuat mereka senang.
Tentu, berita ini akan membuat semua pedagang membuat lebih banyak barang yang
akan dijajakan.

Siang-malam, terdengar suara logam yang ditempa. Setiap dentingnya, layaknya
nafas hidup bagi mereka. Tungku-tungku api, seakan tak pernah padam. Kayu bakar
yang tampak membara, seakan menjadi penyulut semangat keduanya. Percik-percik
api yang timbul tak pernah di hiraukan mereka. Keduanya sibuk dengan pekerjaan
masing-masing. Sudah puluhan cincin, kalung, dan untaian rantai penghias yang
siap dijual. Hari pasar makin dekat. Dan lusa, adalah waktu yang tepat untuk
berangkat ke kota.

Hari pasar telah tiba, dan keduanya pun sampai di kota. Hamparan terpal telah
digelar, tanda barang dagangan siap dijajakan. Keduanya pun berjejer
berdampingan. Tampaklah, barang-barang logam yang telah dihasilkan. Namun, ah
sayang, ada kontras yang mencolok diantara keduanya. Walaupun terbuat dari logam
mulia, barang-barang yang dibuat oleh pengrajin emas tampak kusam. Warnanya tak
berkilau. Ulir-ulirnya kasar, dengan pokok-pokok simpul rantai yang tak rapi.
Seakan, sang pembuatnya adalah seorang yang tergesa-gesa.

“Ah, biar saja,” demikian ucapan yang terlontar saat pengrajin kuningan
menanyakan kenapa perhiasaannya kawannya itu tampak kusam. “Setiap orang akan
memilih daganganku, sebab, emas selalu lebih baik dari kuningan,” ujar pengrajin
emas lagi, “Apalah artinya loyang buatanmu dibanding logam mulia yang kupunya,
aku akan membawa uang lebih banyak darimu.” Pengrajin kuningan, hanya tersenyum.
Ketekunannya mengasah logam, membuat semuanya tampak lebih bersinar.
Ulir-ulirnya halus. Lekuk-lekuk cincin dan gelang buatannya terlihat seperli
lingkaran yang tak putus. Liku-liku rantai penghiasnya pun lebih sedap di
pandang mata.

Ketekunan, memang sesuatu yang mahal. Hampir semua orang yang lewat, tak menaruh
perhatian kepada pengrajin emas. Mereka lebih suka mendatangi, dan
melihat-melihat cincin dan kalung kuningan. Begitupun tetamu agung yang berkenan
datang. Mereka pun lebih menyukai benda-benda kuningan itu dibandingkan dengan
logam mulia. Sebab, emas itu tidaklah cukup mereka tertarik, dan mau membelinya.
Sekali lagi, terpampang kekontrasan di hari pasar itu. Pengrajin emas yang
tertegun diam, dan pengrajin kuningan yang tersenyum senang.

Hari pasar telah usai, dan para tetamu telah kembali pulang. Kedua pengrajin itu
pun telah selesai membereskan dagangan. Dan agaknya, keduanya mendapat pelajaran
dari apa yang telah mereka lakukan hari itu.

***

Teman, ketekunan memang sesuatu yang mahal. Tak banyak orang yang bisa menjalani
pekerjaan ini. Begitupun juga kemuliaan dan harga diri, tak banyak orang yang
menyadari, bahwa kedua hal itu, kadang tak berasal dari apa yang kita sandang
hari ini. Setidaknya, tindak-laku kedua pengrajin itu, adalah potongan siluet
kehidupan kita.

Ketekunan, adalah titian panjang yang licin berliku. Seringkali, jalan panjang
itu membuat kita terpelincir, dan jatuh. Seringkali pula, titian itu menjadi
saringan penentu bagi setiap orang yang hendak menuju kebahagiaan di ujung
simpulnya. Namun, percayalah, ada balasan bagi setiap ketekunan. Di ujung sana,
akan ada sesuatu yang menunggu setiap orang yang mau menekuni jalan itu.

Emas dan kuningan, bisa jadi punya nilai yang berbeda. Namun, apakah kemuliaan
dinilai hanya dari apa disandang keduanya? Apakah harga diri hanya ditunjukkan
dari simbol-simbol yang tampak di luar? Sebab, kita sama-sama belajar dari
pengrajin kuningan, bahwa loyang, kadang bernilai lebih dibanding logam mulia.
Dan juga bahwa kemuliaan, adalah buah dari ketekunan.

Bisa jadi saat ini kita pandai, kaya, punya kedudukan yang tinggi, dan hidup
sempurna layaknya emas mulia. Namun, adakah semua itu berharga jika ulir-ulir
hati kita kasar dan kusam? Adakah itu mulia jika, lekuk-lekuk kalbu kita koyak
dan penuh dengan tonjolan-tonjolan kedengkian? Adakah itu semua punya harga,
jika, pokok-pokok simpul jiwa yang kita punya, tak di penuhi dengan
simpul-simpul ikhlas dan perangai yang luhur?

Teman, mari kita asah kalbu dan hati kita agar bersinar mulia. Mari, kita bentuk
ulir dan lekuk-lekuk jiwa kita dengan ketekunan agar menampilkan cahaya-Nya.
Susunlah simpul-simpul itu, dengan jalinan keluhuran budi dan perilaku. Tempalah
dengan kesungguhan diri, agar hati kita tak keras, dan menjadi lembut, luwes
serta mampu memenuhi hati orang lain.

Percayalah, akan ada imbalan untuk semua itu. Amin. 

Dan kita pun menjadi tua

Hidup bagaikan garis lurus
Tak pernah kembali ke masa yang lalu
Hidup bukan bulatan bola
Yang tiada ujung dan tiada pangkal… .

Syair lagu diatas, sering kita dengar dari lantunannya Bimbo, liriknya mengingatkan kita akan sebuah akhir. Kehidupan ini tidak akan berlangsung abadi, hingga suatu saat kita akan menaiki tangga usia, semakin lama usia kita bertambah, semakin berkuranglah sisa umur kita dan andai Tuhan belum memanggil kita di usia muda maka kita pun akan menjadi tua.

Melihat garis-garis di wajah sosok yang kita cintai ibu dan ayah kita, ketika kulitnya mulai keriput, rambut hitamnya mulai memutih dan kesehatannya kian menyusut, kita diingatkan oleh-Nya bahwa kitapun sama, suatu saat nanti akan menjadi tua, renta dan butuh begitu banyak pertolongan, kasih sayang serta perhatian dari anak-anak kita.

Dan sekaranglah saatnya bagi kita untuk memainkan peran sebagai seorang anak, memelihara dan menyayangi ayah dan ibu kita. Dahulu sembilan bulan kita dalam rahim ibu, kita menyusahkannya, duduk ia tak enak, berbaring tak nyaman. Tapi ibu sabar menanti hari-hari kelahiran kita. Tiba kita di dunia, ibu tersenyum bahagia mendapatkan kita sebagai anugerah dari Tuhan, disusuinya, dimanjakannya dan dibesarkannya kita dengan penuh kasih sayang. Diajarkannya kita berbagai ilmu dan sebuah kenikmatan yang luar biasa bagi kita diajarkan untuk mengenal Tuhan kita.

Menginjak remaja, kita semakin menyusahkannya, biaya sekolah yang kian besar serta kenakalan-kenakalan yang sering kita lakukan tak jarang membuat hati ibu terluka. Sikap kita yang kasar, egois dan selalu merasa benar terkadang membuatnya menangis, tapi ibu tetap sabar. Dibimbingnya kita untuk memperbaiki sikap dan tingkah laku kita, ibu selalu menanamkan cinta kepada kita anak-anaknya.

Berbahagialah bagi yang masih mempunyai ibu juga ayah, karena masih mempunyai kesempatan untuk memelihara dan menyayangi mereka. Dan saat kita menginjak dewasa, ketika ayah yang dulu kekar sekarang sering terbaring sakit, dan ketika ibu yang dulu selalu melayani kita makan sekarang sering terbaring lemah, inilah saat-saat yang baik bagi kita untuk melayani, memelihara dan memberikan perhatian kepada mereka. Inilah kesempatan kita untuk menjadi anak yang saleh buat mereka bahagia di ujung usianya, dan buat mereka bangga dengan kita. Ingatkah, dahulu ketika kebetulan kita terbangun dari tidur, terlihat ibu sedang berdoa untuk kita,agar menjadi anak yang baik dan tercapai semua cita.

Jenguklah ibu dan ayah kita selagi bisa, sebelum semuanya berakhir menjadi kenangan, bawakan oleh-oleh yang disukainya. Sebab jika mereka telah tiada maka tak akan ada lagi yang menunggu kita pulang, tak ada lagi menyiapkan kita sarapan, yang ada hanyalah rumah yang akan menjadi kenangan. “Muliakanlah Orang tua kita karena kitapun akan menjadi tua”

sumber : http://www.bluefame.com/index.php?showtopic=426577

Akankah Anda Melewatkan Indahnya Hidup??

Alkisah ada dua orang anak laki-laki, Bob dan Bib, yang sedang melewati
lembah permen lolipop. Di tengah lembah itu terdapat jalan setapak yang
beraspal. Di jalan itulah Bob dan Bib berjalan kaki bersama.

Uniknya, di kiri-kanan jalan lembah itu terdapat banyak permen lolipop yang
berwarni-warni dengan aneka rasa. Permen-permen yang terlihat seperti
berbaris itu seakan menunggu tangan-tangan kecil Bob dan Bib untuk mengambil dan menikmati kelezatan mereka.

Bob sangat kegirangan melihat banyaknya permen lolipop yang bisa diambil.
Maka ia pun sibuk mengumpulkan permen-permen tersebut. Ia mempercepat
jalannya supaya bisa mengambil permen lolipop lainnya yang terlihat sangat
banyak didepannya. Bob mengumpulkan sangat banyak permen lolipop yang ia simpan di dalam tas karungnya. Ia sibuk mengumpulkan permen-permen tersebut tapi sepertinya permen-permen tersebut tidak pernah habis maka ia memacu langkahnya supaya bisa mengambil semua permen yang dilihatnya.

Tanpa terasa Bob sampai di ujung jalan lembah permen lolipop. Dia melihat
gerbang bertuliskan “Selamat Jalan”. Itulah batas akhir lembah permen
lolipop. Di ujung jalan, Bob bertemu seorang lelaki penduduk sekitar. Lelaki
itu bertanya kepada Bob, “Bagaimana perjalanan kamu di lembah permen
lolipop? Apakah permen-permennya lezat? Apakah kamu mencoba yang rasa jeruk? Itu rasa yang paling disenangi. Atau kamu lebih menyukai rasa mangga? Itu juga sangat lezat.”

Bob terdiam mendengar pertanyaan lelaki tadi. Ia merasa sangat lelah dan
kehilangan tenaga. Ia telah berjalan sangat cepat dan membawa begitu banyak permen lolipop yang terasa berat di dalam tas karungnya. Tapi ada satu hal yang membuatnya merasa terkejut dan ia pun menjawab pertanyaan lelaki itu, “Permennya saya lupa makan!”

Tak berapa lama kemudian, Bib sampai di ujung jalan lembah permen lolipop.
“Hai, Bob! Kamu berjalan cepat sekali. Saya memanggil-manggil kamu tapi kamu sudah sangat jauh di depan saya.”

“Kenapa kamu memanggil saya?” tanya Bob.

“Saya ingin mengajak kamu duduk dan makan permen anggur bersama. Rasanya lezat sekali. Juga saya menikmati pemandangan lembah, indah sekali!” Bib bercerita panjang lebar kepada Bob. “Lalu tadi ada seorang kakek tua yang sangat kelelahan. Saya temani dia berjalan. Saya beri dia beberapa permen yang ada di tas saya. Kami makan bersama dan dia banyak menceritakan hal-hal yang lucu. Kami tertawa bersama.” Bib menambahkan.

Mendengar cerita Bib, Bob menyadari betapa banyak hal yang telah ia
lewatkan dari lembah permen lolipop yang sangat indah. Ia terlalu sibuk
mengumpulkan permen-permen itu. Tapi pun ia sampai lupa memakannya dan tidak punya waktu untuk menikmati kelezatannya karena ia begitu sibuk memasukkan semua permen itu ke dalam tas karungnya.

Di akhir perjalanannya di lembah permen lolipop, Bob menyadari suatu hal
dan ia bergumam kepada dirinya sendiri, “Perjalanan ini bukan tentang berapa banyak permen yang telah saya kumpulkan. Tapi tentang bagaimana saya menikmatinya dengan berbagi dan berbahagia.” Ia pun berkata dalam hati, “Waktu tidak bisa diputar kembali.” Perjalanan di lembah lolipop sudah
berlalu dan Bob pun harus melanjutkan kembali perjalanannya.

Dalam kehidupan kita, banyak hal yang ternyata kita lewati begitu saja.
Kita lupa untuk berhenti sejenak dan menikmati kebahagiaan hidup. Kita
menjadi Bob di lembah permen lolipop yang sibuk mengumpulkan permen tapi lupa untuk menikmatinya dan menjadi bahagia.

Pernahkan Anda bertanya kapan waktunya untuk merasakan bahagia? Jika saya tanyakan pertanyaan tersebut kepada para klien saya, biasanya mereka
menjawab, “Saya akan bahagia nanti… nanti pada waktu saya sudah menikah…nanti pada waktu saya memiliki rumah sendiri… nanti pada saat suami saya lebih mencintai saya… nanti pada saat saya telah meraih semua impian saya… nanti pada saat penghasilan sudah sangat besar… “

Pemikiran ‘nanti’ itu membuat kita bekerja sangat keras di saat ‘sekarang’.
Semuanya itu supaya kita bisa mencapai apa yang kita konsepkan tentang masa ‘nanti’ bahagia. Terkadang jika saya renungkan hal tersebut, ternyata kita telah mengorbankan begitu banyak hal dalam hidup ini untuk masa ‘nanti’
bahagia. Ritme kehidupan kita menjadi sangat cepat tapi rasanya tidak pernah
sampai di masa ‘nanti’ bahagia itu. Ritme hidup yang sangat cepat…
target-target tinggi yang harus kita capai, yang anehnya kita sendirilah
yang membuat semua target itu… tetap semuanya itu tidak pernah terasa
memuaskan dan membahagiakan.

Uniknya, pada saat kita memelankan ritme kehidupan kita; pada saat kita
duduk menikmati keindahan pohon bonsai di beranda depan, pada saat kita
mendengarkan cerita lucu anak-anak kita, pada saat makan malam bersama
keluarga, pada saat kita duduk bermeditasi atau pada saat membagikan beras
dalam acara bakti sosial tanggap banjir; terasa hidup menjadi lebih indah.

Jika saja kita mau memelankan ritme hidup kita dengan penuh kesadaran;
memelankan ritme makan kita, memelankan ritme jalan kita dan menyadari
setiap gerak tubuh kita, berhenti sejenak dan memperhatikan tawa indah
anak-anak bahkan menyadari setiap hembusan nafas maka kita akan menyadari begitu banyak detil kehidupan yang begitu indah dan bisa disyukuri. Kita akan merasakan ritme yang berbeda dari kehidupan yang ternyata jauh lebih damai dan tenang. Dan pada akhirnya akan membawa kita menjadi lebih bahagia dan bersyukur seperti Bib yang melewati perjalanannya di lembah permen lolipop.

“when life gives you 100 reasons to cry
show life that you have 1000 reasons to smile..
Face your past without regret..
Handle your present with confidence..
Prepare for future without fear”

Malaikat Sang Bayi

Suatu ketika, seorang calon bayi siap di lahirkan ke dunia, menjelang diturunkan. Dia bertanya kepada Tuhan.

Bayi : “Para malaikat di sini mengatakan, bahwa besok Engkau akan mengirimku ke dunia, tetapi…. bagaimana cara saya bisa hidup di sana, saya begitu kecil dan lemah?”

Tuhan : “aku telah memilih satu malaikat untukmu. Ia akan menjaga dan mengasihimu.”

Bayi : “Tapi di surga apa yang saya lakukan hanyalah bernyanyi dan tertawa ini cukup bagi saya untuk bahagia.”

Tuhan : “Malaikatmu akan bernyanyi dan tersenyum untukmu setiap hari, dan kamu akan merasakan kehangatan cintanya dan lebih berbahagia.”

Bayi : “Dan apa yang dapat saya lakukan saat saya ingin berbicara kepada-Mu?”

Tuhan : “Malaikatmu akan mengajarkan bagaimana caranya berdoa.”

Bayi : “Saya mendengar bahwa di bumi banyak orang jahat, siapa yang akan melindungi saya?”

Tuhan : “Malaikatmu akan melindungimu, bahkan dengan taruhan jiwanya sekalipun”

Bayi : “Tapi saya akan bersedih karena tidak melihat Engkau lagi”

Tuhan : “Malaikatmu akan menceritakan kepadamu tentang Aku, dan akan mengajarkan bagaimana agar kamu bisa kembali kepada-Ku, walaupun sesungguhnya Aku selalu berada di sisimu”

Saat itu surga begitu tenangnya sehingga suara dari bumi dapat terdengar dan sang anak dengan suara lirih bertanya;

Bayi : “Tuhan… jika saya harus pergi sekarang, bisakah engkau memberitahuku, siapa nama malaikat di rumahku nanti”?

Tuhan : “Kamu dapat memanggil nama malaikatmu itu… IBU!”

Kenanglah ibu yang menyayangimu. Untuk ibu yang selalu meneteskan air mata ketika kau pergi. Ingatkah engkau ketika ibumu rela tidur tanpa selimut demi melihatmu tidur nyenyak dengan dua selimut membalut tubuhmu.

Ingatkah engkau, ketika jemari ibu mengusap lembut kepalamu? Dan ingatkah engkau ketika air mata menetes dari mata ibumu ketika ia melihatmu terbaring sakit.

Sesekali jenguklah ibumu yang selalu menantikan kepulanganmu di rumah tempat kau dilahirkan. Kembalilah, mohon maaf pada ibumu yang selalu rindu akan senyumanmu.

Jangan biarkan kau kehilangan saat-saat yang akan kau rindukan di masa datang,ketika ibu telah tiada. Tak ada lagi di depan pintu yang menyambut kita,tak ada lagi senyuman indah tanda bahagia.

Yang ada hanyalah kamar kosong tiada penghuninya. Yang ada hanyalah baju yang digantung di lemarinya.

Tak ada lagi yang akan meneteskan air mata mendo’akanmu disetiap hembusan nafasnya.

Pulang dan kembalilah segera. Peluklah ibu yang selalu menyayangimu. Ciumlah kaki ibu yang selalu merindukanmu dan berikanlah yang terbaik selama hidup sampai akhir hayatnya.

NB
: Cerita diatas hanya iustrasi untuk menggambarkan jasa seorang ibu yang selalu mendampingi dan mendidik kita dari kecil hingga dewasa. Semoga bisa diambil makna positifnya

:Peace:

POMPA AIR DI SEBUAH PADANG GERSANG

Di sebuah padang pasir yang sangat luas, seorang musafir berjalan tertatih tatih, ia sangat kehausan, botol air terakhir yang ada di dalam tasnya telah habis diminum 2 hari yang lalu.
Dalam kehausan yang amat sangat, samar samar ia melihat sebuah siluet menyerupai pompa air,ia melangkah gontai menuju pompa air tersebut, berkecamuk dalam pikirannya apakah yang ia lihat itu nyata atau hanya fatamorgana saja seperti yang sudah sudah.

Namun demikian ia tetap menuju pompa yang ia lihat tersebut, semakin dekat semakin ia bersemangat karena tampaknya pompa itu sangat nyata. Sesampainya di depan pompa tsb ia sangat senang karena pompa air itu memang nyata, namun lagi lagi ia kecewa karena ia mendapati bahwa saat ia memompa air tidak ada satu tetes pun air keluar dari dalamnya. Ia meratapi nasibnya, namun di saat ia meratap ia melihat ada 1 buah tempayan yang diatasnya terdapat sebuah pesan yg tertulis di sebuah lempengan batu yang menutupi tempayan tersebut.
Ia membaca tulisan tersebut yg tertulis "Gunakan air ini untuk memancing pompa tersebut" "Jangan lupa untuk mengisi kembali tempayan sampai penuh saat anda selesai mengambil air dari pompa tersebut agar dapat digunakan oleh musafir lainnya untuk memancing pompa tsb!"
Selesai membaca bergegas ia membuka tutup tempayan dan mendapati air jernih yg isinya tinggal setengah. Kemudian terbersit pikiran untuk meminum air tsb dan mengisi tempat minum miliknya yg telah kosong. Namun ia ragu karena ia teringat pesan yg baru saja ia baca, dalam benaknya ia berpikir kalau air ini kugunakan untuk memancing air dalam pompa namun kemudian air tidak keluar aku pasti akan mati...kedua hal tersebut berkecamuk dalam pikirannya, meminumnya sampai habis atau menggunakannya untuk memancing air di pompa...

Akhirnya ia berkeputusan untuk menggunakannya untuk memancing air dari dalam pompa.
Sesaat setelah dipancing air yg diharapkan tidak kunjung keluar dalam keputus asaan ia mencoba memompa terus hingga akhirnya terpancar air jernih yang sangat banyak dari dalam pompa. Dengan gembira ia meminum air tersebut sampai puas dan mengisi seluruh persediaan air yg ia miliki, dan terakir tak lupa ia mengisi sampai penuh tempayan tersebut.

Dan di akhir pesan di lempeng batu tersebut ia menulis satu kalimat tambahan.
"Aku sudah melakukannya, dan itu berhasil, percayalah"
"SAAT KAU MEMBERI MAKA KAU AKAN MENERIMA DENGAN SEGALA KELIMPAHAN DAN KEBAHAGIAAN" 

Kamis, 21 Juli 2011

Sikap Menerima

Joe agak pemalu ketika masih remaja, dan bahkan ketika sudah duduk di perguruan tinggi, ia juga tidak memiliki keberanian untuk mengajak kencan seorang gadis.

Pada suatu malam, Jake yang tinggal di kamar lain di asrama yang sama memberinya tawaran yang tak dapat ditolaknya, tawaran untuk memperkenalkannya dengan seorang gadis, teman pacar Jake, yang kebetulan sedang berkunjung untuk liburan akhir pekan.
“Tidak, terima kasih,” sahut Joe. “Aku tidak mau kencan buta.”
“Jangan khawatir dengan gadis ini,” kata Jake meyakinkan Joe.
“Julie gadis istimewa, dan percayalah ia cantik.”
“Tidak,” ulang Joe.
“Ini bukan situasi yang mungkin gagal. Aku bahkan memberimu jalan keluar,” papar Jake.
“Bagaimana? ” tanya Joe.
“Waktu kita menjemput ke asrama mereka, tunggulah sampai ia keluar dari pintu, lalu periksalah sendiri. Bila kamu memang menyukainya, maka baguslah, kita akan menikmati malam yang menyenangkan. Tapi kalau menurutmu ia jelek, berpura-puralah terkena serangan asma. Cukup dengan ‘Aaahhggggg!’ lalu kaupegang tenggorokanmu seolah-olah sulit bernapas. Apabila ia bertanya, ‘Ada apa?’
katakan saja ‘Asmaku kambuh.’ Jadi kencan itu kita batalkan. Begitu saja. Tidak usah ragu. Tidak akan ada masalah.”

Joe ragu-ragu. Aka tetapi ia setuju untuk mencobanya. Apa ruginya ?
Ketika mereka tiba di pintu asrama mereka, Joe mengetuk pintu, maka keluarlah gadis itu. Joe mengamatinya dan tidak dapat mempercayai matanya. Ia cantik sekali. Betapa beruntungnya dia ? Ia hampir tidak tahu harus berkata apa.
Gadis itu juga mengamati Joe dan tiba-tiba, “Aaahhggggg!”

Tampaknya tidak hanya mereka yang telah menyiapkan rencana darurat. Kebanyakan kita, entah kapan, pernah ditolak oleh seseorang karena kita tidak cukup cerdas, tidak cukupjangkung, tidak cukup gagah, tidak cukup tampan, tidak cukup cantik, dan bagainya. Betapa beratnya ketika kita ditolak.

Apabila kita menerima seseorang tanpa syarat, kita memberi mereka kebebasan untuk berada di luar diri mereka sendiri. Penerimaan yang tulus memungkinkan kita melihat nila sesungguhnya seorang manusia.

Seorang wanita muda yang pernah bertungangan denngan Mozart, sebelum ia meraih ketenaran, seharusnya hidup senang, andaikata ia mau menerima Mozart tanpa syarat. Namun karena terkesan oleh pria lain yang lebih tampan, ia menjadi tidak suka kepada musisi ini hanya karena ia pendek. Wanita itu akhirnya memutuskan pertunangan mereka untuk pindah ke pelukan orang yang jangkung dan menarik. Ketika dunia mulai mengakui Mozart atas prestasinya yang luar biasa dalam bidang musik, wanita tersebut menyesal dengan keputusannya dahulu. “Aku tidak menyangka bahwa ia sejenius itu. Yang kulihat hanyalah bahwa ia pendek. ”

Sikap menerima mengkomunikasikan cinta dan nilai dan memberi orang percaya diri untuk menjadi seperti apa adanya. Sikap menerima juga memungkinkan mereka menjadi siapapun mereka sampai mereka menjadi apapun semampu mereka.

Ketika kita mencoba memaksa orang agar mereka menjadi seperti yang kita inginkan, kecenderungan mereka untuk mempertahankan diri, keras kepala, dan sakit hati muncul. Namun, apabila Anda memberi mereka peluang untuk menolak perubahan itu, berarti Anda juga memberi mereka kebebasan untuk berubah.

Berhentilah menerima orang berdasarkan apa yang dapat, harus, atau akan terjadi pada mereka andaikata mereka mendengarkan Anda. Kita akan terus memandang seseorang melalui kacamata keharusan, kepantasan, tuntutan dan prasangka sampai kita menerima orang lain tanpa syarat.

Ketika seseorang menghargai kita apa adanya, ia mempertegas keberadaan kita.

Rabu, 20 Juli 2011

Gadis dengan Setangkai Mawar

John Blanford berdiri tegak dari bangku di Stasiun Kereta Api sambil melihat ke arah jarum jam, pukul 6 kurang 6 menit. John sedang menunggu seorang gadis yang dekat dalam hatinya tetapi tidak mengenal wajahnya, seorang gadis dengan setangkai mawar.
Lebih dari setahun yang lalu John membaca buku yang dipinjam dari Perpustakaan. Rasa ingin tahunya terpancing saat ia melihat coretan tangan yang halus di buku tersebut. Pemilik terdahulu buku tersebut adalah seorang gadis bernama Hollis Molleon.
Hollis tinggal di New York dan John di Florida John mencoba menghubungi sang gadis dan mengajaknya untuk saling bersurat. Beberapa hari kemudian, John dikirim ke medan perang, Perang Dunia II. Mereka terus saling menyurati selama hampir 1 tahun. Setiap surat seperti layaknya bibit yang jatuh di tanah yang subur dalam hati masing2 dan jalinan cinta merekapun tumbuh.

John berkali-kali meminta agar Hollis mengirimkannya sebuah foto. Tetapi sang gadis selalu menolak, kata sang gadis “Kalau perasaan cintamu tulus John, bagaimanapun rupaku tidak akan merubah perasaan itu, kalau saya cantik selama hidup saya akan bertanya-tanya apakah mungkin perasaanmu itu hanya karena saya cantik saja, kalau saya biasa2 atau cenderung jelek, saya takut kamu akan terus menulis hanya karena kesepian dan tidak ada orang lain lagi dimana kamu bisa mengadu. Jadi sebaiknya kamu tidak usah tahu bagaimana rupa saya. Sekembalinya kamu ke New York nanti kita akan bertemu muka. Pada saat itu kita akan bebas untuk menentukan apa yang akan kita lakukan.”

Mereka berdua membuat janji untuk bertemu di Stasiun Pusat di New York pukul 6 sore setelah perang usai. “Kamu akan mengenali saya, John, karena saya akan menyematkan setangkai bunga mawar merah pada kera bajuku”, kata Nona Hollis.

Pukul 6 kurang 1 menit sang perwira muda semakin gelisah, tiba2 jantungnya hampir copot, dilihatnya seorang gadis yang sangat cantik berbaju hijau lewat di depannya, tubuhnya ramping, rambutnya pirang bergelombang, matanya biru seperti langit, luar biasa cantiknya…. Sang perwira mulai menyusul sang gadis, dia bahkan tidak menghiraukan kenyataan bahwa sang gadis tidak mengenakan bunga mawar seperti yang telah disepakati. Hanya tinggal 1 langkah lagi kemudian John melihat seorang wanita berusia 40 tahun mengenakan sekumtum mawar merah di kerahya. “O…. itu Hollis!!!!”

Rambutnya sudah mulai beruban dan agak gemuk. Gadis berbaju hijau hampir menghilang. Perasaan sang perwira mulai terasa terbagi 2 ingin lari mengejar sang gadis cantik tetapi pada sisi lain tidak ingin menghianati Hollis yang lembut dan telah setia menemaninya selama perang. Tanpa berpikir panjang, John berjalan menghampiri wanita yang berusia setengah baya itu dan menyapanya “Nama saya John Blanford, anda tentu saja Nona Hollis, bahagia sekali bisa bertemu dengan anda, maukah anda makan malam bersama saya?” Sang wanita tersenyum ramah dan berkata “Anak muda, saya tidak tahu apa artinya semua ini, tetapi seorang gadis yang berbaju hijau yang baru saja lewat memaksa saya untuk mengenakan bunga mawar ini dan dia mengatakan kalau anda mengajak saya makan maka saya diminta untuk memberitahu anda bahwa dia menunggu anda di restoran di ujung jalan ini, katanya semua ini hanya ingin menguji anda.” (NN)

--

Pernahkah terpikir oleh anda sekalian, bahwa si pemuda bernama John Blanford di atas akan menarik semua perkataan-perkataan cinta romantis yang pernah di tulis dalam surat-suratnya apabila, katakanlah memang benar ternyata Nona Hollis hanyalah seorang wanita gemuk dengan rambut hampir beruban. Untunglah John seorang yang sangat cerdas dan berhikmat. Dia bisa saja berpikir pasti dapat mengeluarkan sebuah alasan lain untuk mengagalkan lamarannya. Dan tentunya jika itu terjadi, maka cerita ini pasti tidak akan ada.

Seseorang akan sangat mudah tertipu dan tergoda untuk mengikuti mata jasmani dan mengabaikan kata hati. Orang lebih menyukai apa yang dapat dia lihat dan sentuh dari pada apa yang dapat dirasakan dan di sentuh oleh hatinya. Ini adalah salah satu titik kegagalan manusia dalam menjalani kehidupannya sebagai orang yang beriman. Kita lebih tertarik melihat sebuah senyuman manis, dari pada sikap hati. Kita lebih menyukai bola mata yang bulat dan bening ketimbang mata hati yang tajam dan peka. Kita lebih menyukai wajah rupawan dari pada karakter yang bagus. Singkat kata, kita semua lebih menyukai hal-hal yang bersifat jasmaniah ketimbang hal-hal rohaniah. Itulah sebabnya seringkali kita tersandung karena ulah kita sendiri!

Anonim

Menentukan Pilihan

Suatu hari, terjadilah bencana banjir di sebuah kota. Hujan besar disertai angin kencang yang datangnya tiba-tiba itu telah memporakporandakan banyak harta benda penduduk dan membawa korban nyawa yang tidak sedikit jumlahnya.

Di antara korban bencana di sana, terdapat seorang pemuda yang berhasil menyelamatkan istrinya tetapi sayangnya setelah usahanya menyelamatkan istrinya berhasil, anaknya yang masih balita tidak sempat tertolong, terseret arus, dan akhirnya ditemukan telah meninggal dunia.

Atas kejadian itu, terjadi silang pendapat di antara penduduk yang selamat. Satu pihak menyatakan perbuatan suami yang menyelamatkan istrinya terlebih dahulu adalah hebat dan benar. Menurut mereka, lebih penting menyelamatkan istri. Mengenai anak, menurut mereka, toh nanti pasangan itu bisa dikaruniai putra atau putri lagi. Pokoknya, mereka mendukung pilihan ayah muda itu.

Di pihak yang berseberangan, mereka menyalahkan keputusan si pemuda yang membiarkan anaknya terseret arus dan akhirnya meninggal dunia. Bagi mereka, anak adalah karunia Tuhan yang dititipkan kepada kita, yang tidak boleh disia-siakan dan harus kita pelihara dengan sebaik-baiknya. Jika istri yang meninggal, kan bisa cari istri lagi?

Akhirnya mereka beramai-ramai ingin mendengar langsung dari si pemuda, apa alasan dia memutuskan menolong istrinya dan bukan anaknya terlebih dahulu?

Dengan raut muka menyimpan duka dan mata yang berkaca-kaca, si pemuda dengan suara bergetar menjawab, "Saat air datang dengan tiba-tiba, saya terlempar dan terbawa arus yang deras. Situasi yang seperti itu, tolong dijawab, apakah ada kesempatan bagi saya untuk menentukan pilihan antara menolong istri atau anakku terlebih dahulu? Yang ada di dekat saya waktu itu adalah istriku, maka serta merta saya pun menangkap tangannya dan membawanya pergi dari situ. Saat saya menoleh kembali ke tempat anakku, dia sudah terseret arus dan saya tidak mampu menjangkaunya.

Kalau saya diberi waktu untuk menimbang dalam menentukan pilihan, mungkin saat ini saya telah kehilangan kedua orang yang sama-sama saya cintai. Tolong jangan hakimi saya. Biarlah saya sendiri yang menanggung kesedihan dan perasaan yang bersalah. Karena saya tidak mampu melindungi keluarga dari bencana yang membuat kami kehilangan putra kesayangan kami."

--
Pada saat situasi darurat, kadang manusia tidak mempunyai kesempatan untuk berpikir dan memilih yang terbaik bagi dirinya. Tetapi, banyak pula manusia yang terlalu banyak berpikir, menimbang, dan selalu ragu dalam menentukan pilihan sehingga mereka kehilangan kesempatan yang datang di hadapannya.

Maka pada saat kesempatan datang menghampiri, tangkap dan jangan lewatkan karena mungkin dia tidak akan datang kembali. Entah kapankesempatan datang. Yang utama adalah sikap mental kita dalam menyiapkannya.

Jangan terlalu memilih-milih pekerjaan apa yang ingin Anda kerjakan, tetapi pastikan Anda mengerjakan setiap pekerjaan dengan sebaik-baiknya, penuh semangat, dan keyakinan.

Andrie Wongso 

Ikhlas Untuk Memaafkan

Ikhlas memaafkan kesalahan orang lain adalah suatu perbuatan yang tidak mudah, apalagi jika kesalahan yang dibuatnya adalah suatu kesengajaan untuk menyakiti hati kita. Tapi percayalah keikhlasan kita memaafkan orang yang berbuat salah pada kita akan membuat kita lebih tenang dalam menjalani kehidupan ini.

Sembilan tahun yang lalu aku adalah seorang ibu muda yang masih belajar untuk mengendalikan emosi dalam menjalani hidup berumah tangga. Aku dikaruniai seorang putri. Kami tinggal disalah satu kompleks perumahan yang rata2 dihuni oleh pasangan muda yang masing2 juga punya anak yang sebaya.

Mungkin ada saja orang yang selalu merasa lebih kaya, lebih alim, dan lebih pintar dari kita. Aku adalah orang yang bisa dibilang disepelekan oleh salah satu tetangga. Sering tahu2 diam dan nggak mau menyapa tanpa tahu aku salah apa, dan anakku selalu menangis jika bermain dan disitu ada anaknya dia.

Kubesarkan hati untuk selalu menyapanya, memberinya sesuatu untuk menghilangkan kebenciannya meski aku tak pernah tahu apa yang membuatnya marah atau membenciku, berdoa adalah kunci kekuatan hatiku, karena aku tahu Allah itu tidak pernah tidur, Allah maha melihat, juga maha mendengar.
Kadang aku bertanya pada diriku sendiri mungkinkah karena aku termasuk orang yang tidak mampu saat itu, tapi sudahlah kukubur semua prasangka burukku,karena aku nggak mau prasangkaku akan menjadi bumerang padaku dan keluargaku. Aku hanya yakin satu hal bahwa aku masih punya Tuhan yang tidak pernah meninggalkanku yang selalu akan mendengar doa2 setiap hambanya.
Waktu terus berlalu, dan Tuhan pun menjawab doaku. Suatu hari dia datang dan meminta maaf padaku. Meski aku tahu mungkin masih ada perasaan malu untuk mengakui kesalahannya. Aku rasanya berada di ujung langit yang begitu tinggi, karana aku telah menundukkannya dengan dia datang ke rumah dan mengucap kata maaf di depanku.

Semula susah sekali melupakan begitu saja kesalahan2 dan sikap2 nya yang selalu menyepelekanku apalagi terhadap anakku. Meski sampai sekarang aku tak pernah tahu apa yang membuatnya bersikap begitu. Apakah karena dia merasa lebih dan lebih di bandingkan aku, aku tak pernah menanyakannya. Dan bagiku itu tak perlu kutanyakan.
Kutanggapi permintaan maafnya dengan senyuman, meski dalam dadaku berkecamuk perasaan yang tidak karuan, antara ya dan tidak. Karena sembilan tahun bukanlah waktu yang singkat untuk kita bersabar menghadapi kelakuannya padaku dan anakku.

Untuk memunculkan keikhlasan dalam diriku tidaklah mudah. Beberapa malam susah pejamkan mata, susah khusyuk dalam sholat. Kusembunyikan p erasaan gundahku dari pandangan suamiku. Sampai suatu hari kusadari bahwa aku harus benar2 ikhlas memaafkannya, baru kurasakan ketenangan dalam hidup. Kuhilangkan perasaanku yang merasa menang atas permintaan maafnya padaku.
Aku yakin jika kita selalu ikhlas memaafkan kesalahan orang lain, kita akan selalu menemukan kemudahan, paling tidak untuk ketenangan batin kita, agar tidak selalu diselimuti oleh dendam.

Dan satu yang paling penting adalah kekuatan doa dan kesabaran adalah kunci dari keikhalasan untuk memaafkan setiap kesalahan 

True Story: Kisah YU YUAN, Gadis Kecil Berhati Malaikat

Posted Image Kisah tentang seorang gadis kecil yang cantik yang memiliki sepasang bola mata yang indah dan hati yang lugu polos. Dia adalah seorang yatim piatu dan hanya sempat hidup di dunia ini selama delapan tahun. Satu kalimat terakhir yang ia tinggalkan di batu nisannya adalah saya pernah datang dan saya sangat penurut.

Anak ini rela melepasakan pengobatan, padahal sebelumnya dia telah memiliki dana pengobatan sebanyak 540.000 dolar yang didapat dari perkumpulan orang Chinese seluruh dunia. Dan membagi dana tersebut menjadi tujuh bagian, yang dibagikan kepada tujuh anak kecil yang juga sedang berjuang menghadapi kematian. Dan dia rela melepaskan pengobatannya.

Begitu lahir dia sudah tidak mengetahui siapa orang tua kandungnya. Dia hanya memiliki seorang papa yang mengadopsinya. Papanya berumur 30 tahun yang bertempat tinggal di provinsi She Cuan kecamatan Suang Liu, kota Sang Xin Zhen Yun Ya Chun Er Cu.

Karena miskin, maka selama ini ia tidak menemukan pasangan hidupnya. Kalau masih harus mengadopsi anak kecil ini, mungkin tidak ada lagi orang yang mau dilamar olehnya. Pada tanggal 30 November 1996, tgl 20 bln 10 imlek, adalah saat dimana papanya menemukan anak kecil tersebut diatas hamparan rumput, disanalah papanya menemukan seorang bayi kecil yang sedang kedinginan. Pada saat menemukan anak ini, di dadanya terdapat selembar kartu kecil tertulis, 20 November jam 12.

Melihat anak kecil ini menangis dengan suara tangisannya sudah mulai melemah. Papanya berpikir kalau tidak ada orang yang memperhatikannya, maka kapan saja bayi ini bisa meninggal. Dengan berat hati papanya memeluk bayi tersebut, dengan menghela nafas dan berkata, “saya makan apa, maka kamu juga ikut apa yang saya makan”. Kemudian papanya memberikan dia nama Yu Yan.

Ini adalah kisah seorang pemuda yang belum menikah yang membesarkan seorang anak, tidak ada Asi dan juga tidak mampu membeli susu bubuk, hanya mampu memberi makan bayi tersebut dengan air tajin (air beras). Maka dari kecil anak ini tumbuh menjadi lemah dan sakit-sakitan.

Tetapi anak ini sangat penurut dan sangat patuh. Musim silih berganti, Yu Yuan pun tumbuh dan bertambah besar serta memiliki kepintaran yang luar biasa. Para tetangga sering memuji Yu Yuan sangat pintar, walaupun dari kecil sering sakit-sakitan dan mereka sangat menyukai Yu Yuan. Ditengah ketakutan dan kecemasan papanya, Yu Yuan pelan-pelan tumbuh dewasa.

Yu Yuan yang hidup dalam kesusahan memang luar biasa, mulai dari umur lima tahun, dia sudah membantu papa mengerjakan pekerjaan rumah. Mencuci baju, memasak nasi dan memotong rumput. Setiap hal dia kerjakan dengan baik. Dia sadar dia berbeda dengan anak-anak lain.

Anak-anak lain memiliki sepasang orang tua, sedangkan dia hanya memiliki seorang papa. Keluarga ini hanya mengandalkan dia dan papa yang saling menopang. Dia harus menjadi seorang anak yang penurut dan tidak boleh membuat papa menjadi sedih dan marah.

Pada saat dia masuk sekolah dasar, dia sendiri sudah sangat mengerti, harus giat belajar dan menjadi juara di sekolah. Inilah yang bisa membuat papanya yang tidak berpendidikan menjadi bangga di desanya. Dia tidak pernah mengecewakan papanya, dia pun bernyanyi untuk papanya. Setiap hal yang lucu yang terjadi disekolahnya di ceritakan kepada papanya. Kadang-kadang dia bisa nakal dengan mengeluarkan soal-soal yang susah untuk menguji papanya.

Setiap kali melihat senyuman papanya, dia merasa puas dan bahagia. Walaupun tidak seperti anak-anak lain yang memiliki mama, tetapi bisa hidup bahagia dengan papa, ia sudah sangat berbahagia. Mulai dari bulan Mei 2005 Yu Yuan mulai mengalami mimisan. Pada suatu pagi saat Yu Yuan sedang mencuci muka, ia menyadari bahwa air cuci mukanya sudah penuh dengan darah yang ternyata berasal dari hidungnya. Dengan berbagai cara tidak bisa menghentikan pendarahan tersebut.

Sehingga papanya membawa Yu Yuan ke puskesmas desa untuk disuntik. Tetapi sayangnya dari bekas suntikan itu juga mengerluarkan darah dan tidak mau berhenti. Dipahanya mulai bermunculan bintik-bintik merah. Dokter tersebut menyarankan papanya untuk membawa Yu Yuan ke rumah sakit untuk diperiksa. Begitu tiba di rumah sakit, Yu Yuan tidak mendapatkan nomor karena antrian sudah panjang. Yu Yuan hanya bisa duduk sendiri dikursi yang panjang untuk menutupi hidungnya.

Darah yang keluar dari hidungnya bagaikan air yang terus mengalir dan memerahi lantai. Karena papanya merasa tidak enak kemudian mengambil sebuah baskom kecil untuk menampung darah yang keluar dari hidung Yu Yuan. Tidak sampai sepuluh menit, baskom yang kecil tersebut sudah penuh berisi darah yang keluar dari hidung Yu Yuan.

Dokter yang melihat keadaaan ini cepat-cepat membawa Yu Yuan untuk diperiksa. Setelah diperiksa, dokter menyatakan bahwa Yu Yuan terkena Leukimia ganas. Pengobatan penyakit tersebut sangat mahal yang memerlukan biaya sebesar 300.000 $. Papanya mulai cemas melihat anaknya yang terbaring lemah di ranjang.

Papanya hanya memiliki satu niat yaitu menyelamatkan anaknya. Dengan berbagai cara meminjam uang kesanak saudara dan teman dan ternyata, uang yang terkumpul sangatlah sedikit.
Papanya akhirnya mengambil keputusan untuk menjual rumahnya yang merupakan harta satu satunya. Tapi karena rumahnya terlalu kumuh, dalam waktu yang singkat tidak bisa menemukan seorang pembeli.

Melihat mata papanya yang sedih dan pipi yang kian hari kian kurus. Dalam hati Yu Yuan merasa sedih. Pada suatu hari Yu Yuan menarik tangan papanya, air mata pun mengalir dikala kata-kata belum sempat terlontar. “Papa saya ingin mati”.
Papanya dengan pandangan yang kaget melihat Yu Yuan, “Kamu baru berumur 8 tahun kenapa mau mati”. “Saya adalah anak yang dipungut, semua orang berkata nyawa saya tak berharga, tidaklah cocok dengan penyakit ini, biarlah saya keluar dari rumah sakit ini.”

Pada tanggal 18 juni, Yu Yuan mewakili papanya yang tidak mengenal huruf, menandatangani surat keterangan pelepasan perawatan. Anak yang berumur delapan tahun itu pun mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan pemakamannya
sendiri.

Hari itu juga setelah pulang kerumah, Yu Yuan yang sejak kecil tidak pernah memiliki permintaan, hari itu meminta dua permohonan kepada papanya. Dia ingin memakai baju baru dan berfoto. Yu Yuan berkata kepada papanya: “Setelah saya tidak ada, kalau papa merindukan saya lihatlah melihat foto ini”.

Hari kedua, papanya menyuruh bibi menemani Yu Yuan pergi ke kota dan membeli baju baru. Yu Yuan sendirilah yang memilih baju yang dibelinya. Bibinya memilihkan satu rok yang berwarna putih dengan corak bintik-bintik merah. Begitu mencoba dan tidak rela melepaskannya.

Kemudian mereka bertiga tiba di sebuah studio foto. Yu Yuan kemudia memakai baju barunya dengan pose secantik mungkin berjuang untuk tersenyum. Bagaimanapun ia berusaha tersenyum, pada akhirnya juga tidak bisa menahan air matanya yang mengalir keluar. Kalau bukan karena seorang wartawan Chuan Yuan yang bekerja di surat kabar Cheng Du Wan Bao, Yu Yuan akan seperti selembar daun yang lepas dari pohon dan hilang ditiup angin.

Setelah mengetahui keadaan Yu Yuan dari rumah sakit, Chuan Yuan kemudian menuliskan sebuah laporan, menceritakan kisah Yu Yuan secara detail. Cerita tentang anak yg berumur 8 tahun mengatur pemakamakannya sendiri dan akhirnya menyebar keseluruh kota Rong Cheng. Banyak orang-orang yang tergugah oleh seorang anak kecil yang sakit ini, dari ibu kota sampai satu negara bahkan sampai keseluruh dunia. Mereka mengirim email ke seluruh dunia untuk menggalang dana bagi anak ini”. Dunia yang damai ini menjadi suara panggilan yang sangat kuat bagi setiap orang.

Hanya dalam waktu sepuluh hari, dari perkumpulan orang Chinese didunia saja telah mengumpulkan 560.000 dolar. Biaya operasi pun telah tercukupi. Titik kehidupan Yu Yuan sekali lagi dihidupkan oleh cinta kasih semua orang.

Setelah itu, pengumuman penggalangan dana dihentikan tetapi dana terus mengalir dari seluruh dunia. Dana pun telah tersedia dan para dokter sudah ada untuk mengobati Yu Yuan. Satu demi satu gerbang kesulitan pengobatan juga telah dilewati. Semua orang menunggu hari suksesnya Yu Yuan.

Ada seorang teman di-email bahkan menulis: “Yu Yuan anakku yang tercinta saya mengharapkan kesembuhanmu dan keluar dari rumah sakit. Saya mendoakanmu cepat kembali ke sekolah. Saya mendambakanmu bisa tumbuh besar dan sehat. Yu Yuan anakku tercinta.”

Pada tanggal 21 Juni, Yu Yuan yang telah melepaskan pengobatan dan menunggu kematian akhirnya dibawa kembali ke ibu kota. Dana yang sudah terkumpul, membuat jiwa yang lemah ini memiliki harapan dan alasan untuk terus bertahan hidup. Yu Yuan akhirnya menerima pengobatan dan dia sangat menderita didalam sebuah pintu kaca tempat dia berobat.

Yu Yuan kemudian berbaring di ranjang untuk diinfus. Ketegaran anak kecil ini membuat semua orang kagum padanya. Dokter yang menangani dia, Shii Min berkata, dalam perjalanan proses terapi akan mendatangkan mual yang sangat hebat. Pada permulaan terapi Yu Yuan sering sekali muntah.

Tetapi Yu Yuan tidak pernah mengeluh. Pada saat pertama kali melakukan pemeriksaan sumsum tulang belakang, jarum suntik ditusukkan dari depan dadanya, tetapi Yu Yuan tidak menangis dan juga tidak berteriak, bahkan tidak meneteskan air mata. Yu yuan yang dari dari lahir sampai maut menjemput tidak pernah mendapat kasih sayang seorang ibu. Pada saat dokter Shii Min menawarkan Yu Yuan untuk menjadi anak perermpuannya. Air mata Yu Yuan pun mengalir tak terbendung.

Hari kedua saat dokter Shii Min datang, Yu Yuan dengan malu-malu memanggil dengan sebutan Shii Mama. Pertama kalinya mendengar suara itu, Shii Min kaget, dan kemudian dengan tersenyum dan menjawab, “Anak yang baik”. Semua orang mendambakan sebuah keajaiban dan menunggu momen dimana Yu Yuan hidup dan sembuh kembali. Banyak masyarakat datang untuk menjenguk Yu Yuan dan banyak orang menanyakan kabar Yu Yuan dari email.

Selama dua bulan Yu Yuan melakukan terapi dan telah berjuang menerobos sembilan pintu maut. Pernah mengalami pendarahan dipencernaan dan selalu selamat dari bencana. Sampai akhirnya darah putih dari tubuh Yu Yuan sudah bisa terkontrol. Semua orang-orang pun menunggu kabar baik dari kesembuhan Yu Yuan.

Tetapi efek samping yang dikeluarkan oleh obat-obat terapi sangatlah menakutkan, apalagi dibandingkan dengan anak-anak leukemia yang lain. Fisik Yu Yuan jauh sangat lemah. Setelah melewati operasi tersebut fisik Yu Yuan semakin lemah.

Pada tanggal 20 agustus, Yu Yuan bertanya kepada wartawan Fu Yuan: “Tante kenapa mereka mau menyumbang dana untuk saya? Tanya Yu Yuan kepada wartawan tersebut. Wartawan tersebut menjawab, karena mereka semua adalah orang yang baik hati”. Yu Yuan kemudia berkata : “Tante saya juga mau menjadi orang yang baik hati”. Wartawan itupun menjawab, “Kamu memang orang yang baik. Orang baik harus saling membantu agar bisa berubah menjadi semakin baik”. Yu yuan dari bawah bantal tidurnya mengambil sebuah buku, dan diberikan kepada ke Fu Yuan. “Tante ini adalah surat wasiat saya.”

Fu yuan kaget, sekali membuka dan melihat surat tersebut ternyata Yu Yuan telah mengatur tentang pengaturan pemakamannya sendiri. Ini adalah seorang anak yang berumur delapan tahun yang sedang menghadapi sebuah kematian dan diatas ranjang menulis tiga halaman surat wasiat dan dibagi menjadi enam bagian, dengan pembukaan, tante Fu Yuan, dan diakhiri dengan selamat tinggal tante Fu Yuan.

Dalam satu artikel itu nama Fu Yuan muncul tujuh kali dan masih ada sembilan sebutan singkat tante wartawan. Dibelakang ada enam belas sebutan dan ini adalah kata setelah Yu Yuan meninggal. Tolong,……. Dan dia juga ingin menyatakan terima kasih serta selamat tinggal kepada orang- orang yang selama ini telah memperhatikan dia lewat surat kabar. “Sampai jumpa tante, kita berjumpa lagi dalam mimpi.

Tolong jaga papa saya. Dan sedikit dari dana pengobatan ini bisa dibagikan kepada sekolah saya. Dan katakana ini juga pada pemimpin palang merah. Setelah saya meninggal, biaya pengobatan itu dibagikan kepada orang-orang yang sakit seperti saya. Biar mereka lekas sembuh”. Surat wasiat ini membuat Fu Yuan tidak bisa menahan tangis yang membasahi pipinya.

Saya pernah datang, saya sangat patuh, demikianlah kata-kata yang keluar dari bibir Yu Yuan. Pada tanggal 22 agustus, karena pendarahan dipencernaan hampir satu bulan, Yu Yuan tidak bisa makan dan hanya bisa mengandalkan infus untuk bertahan hidup. Mula mulanya berusaha mencuri makan, Yu Yuan mengambil mie instant dan memakannya. Hal ini membuat pendarahan di pencernaan Yu Yuan semakin parah.

Dokter dan perawat pun secepatnya memberikan pertolongan darurat dan memberi infus dan transfer darah setelah melihat pendarahan Yu Yuan yang sangat hebat. Dokter dan para perawat pun ikut menangis. Semua orang ingin membantu meringankan pederitaannya. Tetapi tetap tidak bisa membantunya. Yu Yuan yang telah menderita karena penyakit tersebut akhirnya meninggal dengan tenang. Semua orang tidak bisa menerima kenyataan ini melihat malaikat kecil yang cantik yang suci bagaikan air. Sungguh telah pergi kedunia lain.

Dikecamatan She Chuan, sebuah email pun dipenuhi tangisan menghantar kepergian Yu Yuan. Banyak yang mengirimkan ucapan turut berduka cita dengan karangan bunga yang ditumupuk setinggi gunung. Ada seorang pemuda berkata dengan pelan “Anak kecil, kamu sebenarnya adalah malaikat kecil diatas langit, kepakkanlah kedua sayapmu. Terbanglah……………” demikian kata-kata dari seorang pemuda tersebut.

Pada tanggal 26 Agustus, pemakaman Yu Yuan dilaksanakan saat hujan gerimis. Didepan rumah duka, banyak orang-orang berdiri dan menangis mengantar kepergian Yu Yuan. Mereka adalah papa mama Yu Yuan yang tidak dikenal oleh Yu Yuan semasa hidupnya. Demi Yu Yuan yang menderita karena leukemia dan melepaskan pengobatan demi orang lain, maka datanglah papa mama dari berbagai daerah yang diam-diam mengantarkan kepergian Yu Yuan.

Didepan kuburannya terdapat selembar foto Yu Yuan yang sedang tertawa. Diatas batu nisannya tertulis, “Aku pernah datang dan aku sangat patuh” (30 nov 1996- 22 agus 2005). Dan dibelakangnya terukir perjalanan singkat riwayat hidup Yu Yuan. Dua kalimat terakhir adalah disaat dia masih hidup telah menerima kehangatan dari dunia. Beristirahatlah gadis kecilku, nirwana akan menjadi lebih ceria dengan adanya dirimu.

Sesuai pesan dari Yu Yuan, sisa dana 540.000 dolar tersebut disumbangkan kepada anak-anak penderita luekimia lainnya. Tujuh anak yang menerima bantuan dana Yu Yuan itu adalah : Shii Li, Huang Zhi Qiang, Liu Ling Lu, Zhang Yu Jie, Gao Jian, Wang Jie. Tujuh anak kecil yang kasihan ini semua berasal dari keluarga tidak mampu. Mereka adalah anak-anak miskin yang berjuang melawan kematian.

Pada tanggal 24 September, anak pertama yang menerima bantuan dari Yu Yuan di rumah sakit Hua Xi berhasil melakukan operasi. Senyuman yang mengambang pun terlukis diraut wajah anak tersebut. “Saya telah menerima bantuan dari kehidupan Anda, terima kasih adik Yu Yuan kamu pasti sedang melihat kami diatas sana. Jangan risau, kelak di batu nisan, kami juga akan mengukirnya dengan kata-kata “Aku pernah datang dan aku sangat patuh”.

END

Demikianlah sebuah kisah yang sangat menggugah hati kita. Seorang anak kecil yang berjuang bertahan hidup dan akhirnya harus menghadapi kematian akibat sakit yang dideritanya. Dengan kepolosan dan ketulusan serta baktinya kepada orang tuanya, akhirnya mendapatkan respon yang luar biasa dari kalangan Dunia. Walaupun hidup serba kekurangan, Dia bisa memberikan kasihnya terhadap sesama.

Inilah contoh yang seharusnya kita pun mampu melakukan hal yang sama, berbuat sesuatu yang bermakna bagi sesama, memberikan sedikit kehangatan dan perhatian kepada orang yang membutuhkan. Pribadi dan hati seperti inilah yang dinamakan pribadi seorang Pengasih.

Kamis, 14 Juli 2011

Sahoun Ayam Sabar Menanti


Seperti biasa, sambil nunggu kuliah (yang akhirnya kosong hew2) Chan sama yayank cari makan siang. Hemm… kayaknya rada bosen sama menu yang itu-itu aja, waktu kita lewat di Jl. Kaliputih eh ada spanduk yang bertuliskan “Sahoun Ayam Pak Kartim”. Walau udah rada kelewat beberapa meter kita puter balik dech buat nyamperin makanan satu ini. Kalo Mie Ayam udah biasa kali ya, tapi kalo Sahoun Ayam itu apa ya? Kalo disini Sahoun (ato Sohun) biasanya sebagai pelengkap Soto, bentuknya seperti bihun tapi lebih cepet lumer kalo kena air panas.

Wew! ternyata Sahoun Ayam disini gak pake Sahoun kaya yang dipelengkap Soto biasanya, bentuknya mirip kuetiaw Cuma bedanya bentuk awalnya seperti lembaran yang baru dipotong setelah ada pesanan. Slurrp… Enak juga nich panas-panas makan ginian apalagi beda dari yang lain. Akhirnya kesampean juga nich makan Sahoun Ayam abis dulu cuma liat gerobaknya aja lewat waktu di Kebon Dalem. Ayamnya banyak juga nich liat aja tuh di mangkoknya keliatan penuh oleh ayamnya, isiannya minimalis cuma sahoun, ayam, daun bawang ‘en kuahnya tapi heran juga nich disini cuma ada sambal gak ada kecap mungkin biar konsumen lebih tertuju sama rasa kuah aslinya. Kenyang banget dech makan seporsi pantes aja ada tulisan harga setengah porsinya. Seporsi dibandrol Rp 5.500,00 dan ½ porsi dibandrol Rp 3.000,00 untuk minumannya cuma ada teh manis yang dihargai Rp 1.500,00 pokoknya murah meriah.


Bagi yang mau cobain, ngacir aja ke Jl. Kaliputih (deket Kaliputih Cell), Purwokerto, itu lho perempatan Roda Mas ke selatan tapi ada yang jual keliling juga kok. Poinnya 8 dech ^^. Eh ya, pasti pada heran kenapa Chan namainnya Sahoun Ayam Sabar Menanti hew2.. Sebenernya yayank tuh yang kasih nama begitu abis ibu yang jualin nyajiinnya lama bener dech hew2… piss..

Salam Manis Chan & Bams ^^

Senin, 11 Juli 2011

Ayam Nyam.. Nyam.. dan Bebek Kwek.. Kwek..


Yayank hari ini ujian hasil skripsi, jam 2 ujian mulai ‘en Alhamdulillah Allah SWT melancarkan ujiannya. Sekitar jam tengah empat ujian selesai. Ada 2 orang yang ujian hasil hari itu, setelah peserta ke-dua kelar, sekitar jam lima lebih, hasilnya diumumin berikut revisi yang harus dirampungkan 3 hari, minggu ini tinggal jadwal pendadaran dan tanggal 27 yayank wisuda, hukz2… mepet amat ya, tapi ajaib juga karena yayank bisa diwisuda bulan ini juga ^^ gambatte Yank!

Setelah ngambil berkas yayank yang ketinggalan di kampus, kita cari makan. ‘En untuk kesekian kali yayank yang milih tempat makan (hew2.. chan khan gak tau tempat makan yang enak), kita akhirnya milih buat nyobain resto “Ayam Mergo” di kawasan GOR Satria, kalo diliat dari review-review wisata kuliner yang kemarin-kemarin kita emang banyak ng-review tempat makan di kawasan GOR Satria Purwokerto karena bisa dibilang disini banyak resto baru, dari spesialis iga, sambal pedas, lele, gudeg, ayam (bejibun banyaknya kalo ngomongin ayam), bakso, dsb. Kalo Chan pesan Ayam Penyet ‘en yayank pesen Bebek Lada Hitam. Disitu ada menu lain juga kok kaya Ayam ato bebek kremes.

Ayamnya enak kok tapi sambelnya kurang pedas siy… Kalo punya yayank gak tau enak pa gak coz Chan gak nyobain (biz Chan gak doyan bebek) tapi kayaknya gak mengecewakan. Harganya kisaran 11-ribuan. Poin-nya 8 (good).


 Abis itu kita ke Masjid Fatimatuzzahra (Mafaza Unsoed) buat sholat Maghrib. Thanks Alloh hari ini berjalan lancar. Honey, you’re great today, moga lancar ya pendadaran dan wisudanya. Luph u yank..

Salam manis Chan & Bams ^^